“Aku mau
jalan pulang dulu. Kamu jangan terlalu larut sama kesibukan kamu yah, aku
sayang kamu.” Gumamku saat membaca BBM dari dia, kekasihku. Kemudian aku
mainkan ibu jariku, dan kubalas dengan kalimat sederhana, “Iya, aku juga sayang
kamu.”
Kemudian
Handphone aku matikan.
Ya, sudah
hampir beberapa hari aku begini, terjaga hingga larut malam di kantor, tak
memperdulikan waktu, tenaga dan dia yang sering aku temani saat pulang kerja.
Harusnya hari ini aku tidak boleh lembur, karena aku tahu, hari ini kekasihku
itu lagi-lagi mendapat sift masuk siang, dan akan pulang jam 12 malam.
Biasanya saat
dia pulang malam, aku akan menemaninya pulang. Meskipun kami ada di motor yang
berbeda. Ya, kami tidak pernah berangkat satu motor saat hari kerja, karena
akan sangat merepotkan jika saat aku masuk pagi dan dia masuk siang, dia harus
berangkat bersamaku kemudian menunggu hingga shift kerjanya tiba, dan itu kira
kira jam 2 siang. Merepotkan aku, dan terlebih dia.
Untuk
kesekian kalinya aku tidak bisa menemaninya pulang malam ini. Tapi entah setan
apa yang sedang memecut kepalaku, yang aku pikirkan hanyalah pekerjaanku yang
sudah melewati deadline dan harus secepatnya diselesaikan.
“Malem ini
bakal gue kelarin semuanya, supaya besok bisa pulang cepet dan bisa nemenin dia
pulang malem.” Gumamku dalam hati sambil menyelipkan senyum harapan yang pahit.
Hari itu,
atau tepatnya malam itu, aku pulang sekitar jam 3 pagi. Dan setibanya di rumah,
badanku seperti tak bertulang lagi, aku tertidur dalam kelelahan yang dalam.
Keesokan
harinya aku terbangun dengan jam hampir menunjukan pukul 7, aku terlambat. Aku
panik pagi itu, yang aku lakukan hanya mencuci muka, sikat gigi, merapihkan
diri seperlunya kemudian mengambil kunci dan langsung meluncur ke kantorku.
Aku
beruntung, aku sangat beruntung, pagi itu jalanan yang biasanya sangat macet
menjadi lumayan lengang, aku bisa memacu motorku itu dengan kecepatan tinggi,
sehingga dapat sampai kantor tepat waktu.
Tapi saat
sampai sana, ada yang aku lupakan. Aku lupa membawa handphoneku.
...
Waktu sudah
menunjukan pukul 11 malam, sudah waktunya untukku pulang karena pekerjaanku
sudah tak lagi menumpuk, bagus semuanya telah aku selesaikan kemarin, sekarang
aku bisa buru buru pulang dan menemui kekasihku di tempat kerjanya agar kami
bisa pulang bersama sama.
“Anjir ini
jalanan sepi banget. Hawanya serem banget lagi. Apa gara gara ini malem jum’at
ya ? Ah mungkin cuma perasaan gue doang.” Gumamku sambil melawan deru angin
yang melewati telingaku.
Tak lama
kemudian, aku sampai di depan kantor tempat ia bekerja. Seperti biasa, saat jam pulang hampir tiba,
semua lampu di kantor itu dimatikan, termasuk di depan tempat parkir dimana aku
sedang menunggu sekarang.
Selama kurang
lebih 15 menit aku menunggu, dan hampir semua orang yang ada di kantor itu
pulang, aku pun merasa cemas. Kemana dia, kekasihku itu. Aku ingin
menghubunginya namun handphoneku tertinggal di rumah. Sial, yang bisa ku
lakukan hanyalah menunggu.
Tiba-tiba ada
semilir angin di leherku. Sontak aku kaget. Aku merinding hebat dan langsung
menengok ke belakang, namun, tidak ada siapa siapa. Tidak ada apa apa.
Tiba-tiba...
“AAHHH!!”
Teriakku kencang setelah melihat kekasihku tiba tiba ada di depanku.
“Kamu tuh yah
hih! Gabisa muncul dengan cara yang enakan dikit apa ?!” Kataku setengah teriak
dan dengan nada kesal.
“Udah ayuk
pulang.” Jawabnya singkat.
Waktu itu aku
bingung dia kenapa, kupikir dia marah karena kemarin tidak aku temani pulang
dan membiarkannya pulang sendirian malam malam. Dia tidak mencaci makiku dan
tidak memberikan penjelasan apa apa, setelah kalimat singkatnya itu, dia hanya
mengambil motor yang ditaruh tidak jauh dari motor ku berada.
Yang menjadi
pertanyaanku selain “Dia marah ya ?” waktu itu adalah, bagaimana bisa aku tidak
mendengar suara motor yang jelas jelas diparkir tak jauh dariku. Aku mulai
mengendarai motor dengan kebingungan.
Setelah
berjalan gak lama aku mulai merasakan keganjilan, entah kenapa udara terasa
jadi lebih berat, berbeda dari biasanya. Dan dia menjadi pendiam sekali.
Biasanya, walaupun kami tidak berada di motor yang sama, kami tetap bercanda
dan saling mengobrol bahkan tentang suatu yang tidak penting sekalipun. Tapi
aku tetap mencoba untuk positif thingking, mungkin dia memang betul-betul marah
karena masalah kemarin.
Setelah bosan
dengan keheningan yang seperti menjadi tembok diantara kami, aku pun agak
mempercepat laju motorku hingga ada di samping motornya, aku ingin mengajaknya
berbicara. Namun, ia seperti berusaha menghindar. Ia justru turut menambah
kecepatan laju motornya hingga kelihatan seperti sedang menjauh dariku. Aku
bingung. Aku benar benar bingung.
“Sarah!”
Teriakku ke arahnya karena sudah bosan dengan keanehannya hari itu.
Dia tidak
menyaut, justru ia malah memacu kendaraannya menjadi lebih kencang lagi. Aku
kesal, aku langsung berusaha menyalipnya, tapi entah kenapa laju motornyan itu
menjadi bertambah lebih cepat dariku.
Tanpa
kusadari, aku sudah tiba di jalanan yang gelap. Amat sangat gelap. Tak ada
pencahayaan disitu, aku panik. Sedangkan aku mulai tertinggal jauh oleh motor
yang dibawa oleh kekasihku.
“DAARR!!”
Tiba-tiba aku
mendengar seperti suara tembakan atau ban meledak, atau suara orang terjatuh,
ah entahlah, aku sudah kehilangan fokus pada sekitar, yang aku ingin hanyalah
cepat keluar dari jalanan gelap ini.
Saat aku
sudah memantapkan mata pada jalanan gelap itu, tiba-tiba lampu motorku mati.
Sial!
Kepanikanku
bertambah. Aku melajukan motorku menjadi lebih cepat dari sebelumnya namun..
“BRAK!!” Ban
depan motorku menabrak sesuatu, seketika aku terlontar dari motorku dan
terjatuh ke parit yang berada di pinggir jalan. Aku tidak sadarkan diri
sejenak.
Setelah
beberapa lama, kesadaranku mulai pulih, sinar bulan menerangi penglihatanku
yang samar. Aku rasakan di tanganku seperti ada cairan yang lengket dan berbau
sangat tidak sedap. Saat aku melihat lebih seksama, ternyata yang ditanganku
ini adalah, darah.
Sontak aku
langsung memeriksa seluruh tubuhku, bagian mana dalam tubuhku yang terluka.
Tapi aku tak menemukan luka yang serius, yang kurasakan hanya memar memar
biasa. Kembali kepanikanku memuncak, tiba-tiba penciumanku menangkap bau
sesuatu yang busuk. Aku lalu mencari sumber bau itu.
Aku masuk
lebih dalam ke parit itu. Aku menemukan sesuatu, mataku membelalak, jantungku
berdetak lebih cepat dari sebelumnya. Perutku seketika mual dan ingin
mengeluarkan isinya. Aku menemukan sebuah mayat dengan keadaan yang sangat
mengenaskan. Keadaannya mengerikan dan tubuhnya sudah membusuk.
Aku
memuntahkan semua isi perutku.
Kemudian aku
amati lebih seksama mayat itu. Seperti ada sesuatu yang pernah aku lihat dari
mayat ini. Sesuatu yang familiar. Baju itu. Celana itu. Ah! Ini milik kekasihku!
Pikirku dalam hati.
“Ah nggak.
Nggak mungkin. Mungkin ini cuma perasaan gue do-“ Mataku kemudian memaksaku
untuk berhenti berkata-kata. Benar. Dia adalah kekasihku. Dan keadaannya, AH!
Aku terdiam
menatap mayat dengan bau menyengat itu kurang lebih 5 menit. Aku berpikir.
Sangat keras. Bagaimana ini bisa terjadi. Bagaimana ini bisa terjadi! Padahal
dia tadi baru saja berjalan mendahuluiku, kalaupun terjadi kecelakaan, tubuhnya
tidak akan semengenaskan ini. Dan baunya tidak akan sebusuk ini.
Tiba-tiba aku
melihat ada cahaya kecil di dalam saku celananya. Ada handphone disana, dan
masih menyala.
Aku kemudian
mengambil handphone itu perlahan dari kantung celananya. Keadaan yang
mengerikan seperti membuatku menjadi tidak peduli dengan kondisi sekitar, dan
kondisi diriku sendiri. Yang kuinginkan, hanya malam itu segera usai.
Aku lihat
handphonenya, ada banyak sekali panggilan tak terjawab dari orang tuanya, aku
tidak memperdulikan apa-apa lagi, dengan cepat aku langsung menghubungi kedua
orang tua kekasihku ini, dan langsung tersambung.
“Ha- Halo ?”
“Halo Sarah ?
Sarah kamu dimana! Pah nyambung pah! Halo Sarah kamu dimana nak ? Kamu nggak
papa kan ?”
“Halo ? Ibu
ini saya, Sarah- Sarah sudah meninggal.”
...
Saat ini aku
hanya terdiam menatap jam yang terus berdetak lambat disini. Di rumah sakit
ini. Ya, setelah menemukan kekasihku dengan keadaan semengenaskan itu, setelah
keluarga dan pihak kepolisian datang, kami langsung membawanya ke rumah sakit
untuk di autopsi.
“Ah jam
berapa ini.” Kataku dalam hati lalu kemudian mengambil handphone dalam saku
celanaku. Saat aku ambil, aku sadar, bukan handphoneku yang aku ambil. Ini
handphone miliki kekasihku.
Aku buka
semua aplikasi yang ada di handphone kepunyaannya. Aku lihat log panggilannya,
10 panggilan tak terjawab itu ternyata sudah ada semenjak kemarin malah. Rasa
penasaranku semakin menggebu.
Aku buka
aplikasi Blackberry Messenger kepunyaannya, aku lihat dan aku cek, ternyata
chatnya denganku ada di list paling atas, dan aku lihat status pengirimannya
masih D atau Delivered, padahal seingatku kemarin, yang terakhir kali membalas
chat adalah aku.
Aku buka dan
aku baca perlahan lahan.
12:43 –
“Aku tau kamu nggak suka aku main hape sambil naik motor, tapi sumpah aku
takut, jalanan lagi serem banget, jadi aku mau kamu bales BBM aku sambil aku
denger lagu.
12:51 –
“Sayang mau tau nggak, ban motor aku bocor. Hih. Kesel sumpah.”
13:22 –
“Setelah dorong-dorong motor, akhirnya ada orang juga yang mau nolongin. Ini
aku lagi sama dua bapak-bapak yang baik banget, motor aku di stut dari belakang dan dibawa sama
bapak-bapak satunya, ini aku sama bapa-bapa satunya yang nyetut-in motor aku.”
13:23 –
“Aku pengennya kamu yang disini padahal haha.”
13:31 –
“Aku lewat jalan yang gelap banget sumpah. Aku takut. Bapak-bapaknya aku ajak
ngomong nggak mau jawab. Aku takut sayang. Hih.”
13:35 –
“Aku sayang kamu.”
Air mataku
mengalir deras sambil membacanya. Jantungku berdebar cepat, emosiku terpacu,
dadaku sesak, mengapa aku sebodoh ini. Mengapa aku sebodoh ini lebih
mementingkan pekerjaanku daripada kekasihku sendiri.
Sambil menangis aku beranjak dari
tempat dudukku ke parkiran motor rumah sakit itu, aku mengeluarkan motorku, dan
memacunya menuju tempat dimana aku menemukannya tadi.
Sebelum
sampai lokasi, saat aku sudah melihat kerumunan orang orang yang berkumpul
malam itu untuk melihat lokasi penemuan mayat kekasihku, tiba-tiba aku
dikagetkan dengan angin yang membawa suara “Aku sayang kamu.”
Tak lama
berselang, ada seseorang dengan menaiki motor yang sama persis dengan motor
milik kekasihku menyalip aku yang sedang berjalan pelan di bahu jalan. Sontak
aku langsung mengejar motor itu. Saat aku sedang dalam kecepatan penuh,
tiba-tiba aku merasakan hawa dingin yang janggal, tak lama, lampu motorku mati,
remku tidak bisa ditarik, aku menabrak sesuatu lagi. Saat sepersekian detik
itu, aku sadar akan satu hal.
“Ah... Aku
juga sayang kamu, Sarah.”
-BAD END-

Tidak ada komentar:
Posting Komentar