Senin, 18 Januari 2016

Midnight Story #1 - Jalanan



            “Aku mau jalan pulang dulu. Kamu jangan terlalu larut sama kesibukan kamu yah, aku sayang kamu.” Gumamku saat membaca BBM dari dia, kekasihku. Kemudian aku mainkan ibu jariku, dan kubalas dengan kalimat sederhana, “Iya, aku juga sayang kamu.”

            Kemudian Handphone aku matikan.

            Ya, sudah hampir beberapa hari aku begini, terjaga hingga larut malam di kantor, tak memperdulikan waktu, tenaga dan dia yang sering aku temani saat pulang kerja. Harusnya hari ini aku tidak boleh lembur, karena aku tahu, hari ini kekasihku itu lagi-lagi mendapat sift masuk siang, dan akan pulang jam 12 malam.

            Biasanya saat dia pulang malam, aku akan menemaninya pulang. Meskipun kami ada di motor yang berbeda. Ya, kami tidak pernah berangkat satu motor saat hari kerja, karena akan sangat merepotkan jika saat aku masuk pagi dan dia masuk siang, dia harus berangkat bersamaku kemudian menunggu hingga shift kerjanya tiba, dan itu kira kira jam 2 siang. Merepotkan aku, dan terlebih dia.

            Untuk kesekian kalinya aku tidak bisa menemaninya pulang malam ini. Tapi entah setan apa yang sedang memecut kepalaku, yang aku pikirkan hanyalah pekerjaanku yang sudah melewati deadline dan harus secepatnya diselesaikan.

            “Malem ini bakal gue kelarin semuanya, supaya besok bisa pulang cepet dan bisa nemenin dia pulang malem.” Gumamku dalam hati sambil menyelipkan senyum harapan yang pahit.

            Hari itu, atau tepatnya malam itu, aku pulang sekitar jam 3 pagi. Dan setibanya di rumah, badanku seperti tak bertulang lagi, aku tertidur dalam kelelahan yang dalam.


            Keesokan harinya aku terbangun dengan jam hampir menunjukan pukul 7, aku terlambat. Aku panik pagi itu, yang aku lakukan hanya mencuci muka, sikat gigi, merapihkan diri seperlunya kemudian mengambil kunci dan langsung meluncur ke kantorku.

            Aku beruntung, aku sangat beruntung, pagi itu jalanan yang biasanya sangat macet menjadi lumayan lengang, aku bisa memacu motorku itu dengan kecepatan tinggi, sehingga dapat sampai kantor tepat waktu.

            Tapi saat sampai sana, ada yang aku lupakan. Aku lupa membawa handphoneku.

...

            Waktu sudah menunjukan pukul 11 malam, sudah waktunya untukku pulang karena pekerjaanku sudah tak lagi menumpuk, bagus semuanya telah aku selesaikan kemarin, sekarang aku bisa buru buru pulang dan menemui kekasihku di tempat kerjanya agar kami bisa pulang bersama sama.

            “Anjir ini jalanan sepi banget. Hawanya serem banget lagi. Apa gara gara ini malem jum’at ya ? Ah mungkin cuma perasaan gue doang.” Gumamku sambil melawan deru angin yang melewati telingaku.

            Tak lama kemudian, aku sampai di depan kantor tempat ia bekerja.  Seperti biasa, saat jam pulang hampir tiba, semua lampu di kantor itu dimatikan, termasuk di depan tempat parkir dimana aku sedang menunggu sekarang.

            Selama kurang lebih 15 menit aku menunggu, dan hampir semua orang yang ada di kantor itu pulang, aku pun merasa cemas. Kemana dia, kekasihku itu. Aku ingin menghubunginya namun handphoneku tertinggal di rumah. Sial, yang bisa ku lakukan hanyalah menunggu.

            Tiba-tiba ada semilir angin di leherku. Sontak aku kaget. Aku merinding hebat dan langsung menengok ke belakang, namun, tidak ada siapa siapa. Tidak ada apa apa. Tiba-tiba...

            “AAHHH!!” Teriakku kencang setelah melihat kekasihku tiba tiba ada di depanku.

            “Kamu tuh yah hih! Gabisa muncul dengan cara yang enakan dikit apa ?!” Kataku setengah teriak dan dengan nada kesal.

            “Udah ayuk pulang.” Jawabnya singkat.

            Waktu itu aku bingung dia kenapa, kupikir dia marah karena kemarin tidak aku temani pulang dan membiarkannya pulang sendirian malam malam. Dia tidak mencaci makiku dan tidak memberikan penjelasan apa apa, setelah kalimat singkatnya itu, dia hanya mengambil motor yang ditaruh tidak jauh dari motor ku berada.

            Yang menjadi pertanyaanku selain “Dia marah ya ?” waktu itu adalah, bagaimana bisa aku tidak mendengar suara motor yang jelas jelas diparkir tak jauh dariku. Aku mulai mengendarai motor dengan kebingungan.

            Setelah berjalan gak lama aku mulai merasakan keganjilan, entah kenapa udara terasa jadi lebih berat, berbeda dari biasanya. Dan dia menjadi pendiam sekali. Biasanya, walaupun kami tidak berada di motor yang sama, kami tetap bercanda dan saling mengobrol bahkan tentang suatu yang tidak penting sekalipun. Tapi aku tetap mencoba untuk positif thingking, mungkin dia memang betul-betul marah karena masalah kemarin.

            Setelah bosan dengan keheningan yang seperti menjadi tembok diantara kami, aku pun agak mempercepat laju motorku hingga ada di samping motornya, aku ingin mengajaknya berbicara. Namun, ia seperti berusaha menghindar. Ia justru turut menambah kecepatan laju motornya hingga kelihatan seperti sedang menjauh dariku. Aku bingung. Aku benar benar bingung.

            “Sarah!” Teriakku ke arahnya karena sudah bosan dengan keanehannya hari itu.

            Dia tidak menyaut, justru ia malah memacu kendaraannya menjadi lebih kencang lagi. Aku kesal, aku langsung berusaha menyalipnya, tapi entah kenapa laju motornyan itu menjadi bertambah lebih cepat dariku.

            Tanpa kusadari, aku sudah tiba di jalanan yang gelap. Amat sangat gelap. Tak ada pencahayaan disitu, aku panik. Sedangkan aku mulai tertinggal jauh oleh motor yang dibawa oleh kekasihku.

            “DAARR!!”

            Tiba-tiba aku mendengar seperti suara tembakan atau ban meledak, atau suara orang terjatuh, ah entahlah, aku sudah kehilangan fokus pada sekitar, yang aku ingin hanyalah cepat keluar dari jalanan gelap ini.

            Saat aku sudah memantapkan mata pada jalanan gelap itu, tiba-tiba lampu motorku mati. Sial!

            Kepanikanku bertambah. Aku melajukan motorku menjadi lebih cepat dari sebelumnya namun..

            “BRAK!!” Ban depan motorku menabrak sesuatu, seketika aku terlontar dari motorku dan terjatuh ke parit yang berada di pinggir jalan. Aku tidak sadarkan diri sejenak.

            Setelah beberapa lama, kesadaranku mulai pulih, sinar bulan menerangi penglihatanku yang samar. Aku rasakan di tanganku seperti ada cairan yang lengket dan berbau sangat tidak sedap. Saat aku melihat lebih seksama, ternyata yang ditanganku ini adalah, darah.

            Sontak aku langsung memeriksa seluruh tubuhku, bagian mana dalam tubuhku yang terluka. Tapi aku tak menemukan luka yang serius, yang kurasakan hanya memar memar biasa. Kembali kepanikanku memuncak, tiba-tiba penciumanku menangkap bau sesuatu yang busuk. Aku lalu mencari sumber bau itu.

            Aku masuk lebih dalam ke parit itu. Aku menemukan sesuatu, mataku membelalak, jantungku berdetak lebih cepat dari sebelumnya. Perutku seketika mual dan ingin mengeluarkan isinya. Aku menemukan sebuah mayat dengan keadaan yang sangat mengenaskan. Keadaannya mengerikan dan tubuhnya sudah membusuk.

            Aku memuntahkan semua isi perutku.

            Kemudian aku amati lebih seksama mayat itu. Seperti ada sesuatu yang pernah aku lihat dari mayat ini. Sesuatu yang familiar. Baju itu. Celana itu. Ah! Ini milik kekasihku! Pikirku dalam hati.

            “Ah nggak. Nggak mungkin. Mungkin ini cuma perasaan gue do-“ Mataku kemudian memaksaku untuk berhenti berkata-kata. Benar. Dia adalah kekasihku. Dan keadaannya, AH!

            Aku terdiam menatap mayat dengan bau menyengat itu kurang lebih 5 menit. Aku berpikir. Sangat keras. Bagaimana ini bisa terjadi. Bagaimana ini bisa terjadi! Padahal dia tadi baru saja berjalan mendahuluiku, kalaupun terjadi kecelakaan, tubuhnya tidak akan semengenaskan ini. Dan baunya tidak akan sebusuk ini.

            Tiba-tiba aku melihat ada cahaya kecil di dalam saku celananya. Ada handphone disana, dan masih menyala.

            Aku kemudian mengambil handphone itu perlahan dari kantung celananya. Keadaan yang mengerikan seperti membuatku menjadi tidak peduli dengan kondisi sekitar, dan kondisi diriku sendiri. Yang kuinginkan, hanya malam itu segera usai.

            Aku lihat handphonenya, ada banyak sekali panggilan tak terjawab dari orang tuanya, aku tidak memperdulikan apa-apa lagi, dengan cepat aku langsung menghubungi kedua orang tua kekasihku ini, dan langsung tersambung.

            “Ha- Halo ?”

            “Halo Sarah ? Sarah kamu dimana! Pah nyambung pah! Halo Sarah kamu dimana nak ? Kamu nggak papa kan ?”

            “Halo ? Ibu ini saya, Sarah- Sarah sudah meninggal.”

...

            Saat ini aku hanya terdiam menatap jam yang terus berdetak lambat disini. Di rumah sakit ini. Ya, setelah menemukan kekasihku dengan keadaan semengenaskan itu, setelah keluarga dan pihak kepolisian datang, kami langsung membawanya ke rumah sakit untuk di autopsi.

            “Ah jam berapa ini.” Kataku dalam hati lalu kemudian mengambil handphone dalam saku celanaku. Saat aku ambil, aku sadar, bukan handphoneku yang aku ambil. Ini handphone miliki kekasihku.

            Aku buka semua aplikasi yang ada di handphone kepunyaannya. Aku lihat log panggilannya, 10 panggilan tak terjawab itu ternyata sudah ada semenjak kemarin malah. Rasa penasaranku semakin menggebu.

            Aku buka aplikasi Blackberry Messenger kepunyaannya, aku lihat dan aku cek, ternyata chatnya denganku ada di list paling atas, dan aku lihat status pengirimannya masih D atau Delivered, padahal seingatku kemarin, yang terakhir kali membalas chat adalah aku.

            Aku buka dan aku baca perlahan lahan.

12:43 – “Aku tau kamu nggak suka aku main hape sambil naik motor, tapi sumpah aku takut, jalanan lagi serem banget, jadi aku mau kamu bales BBM aku sambil aku denger lagu.

12:51 – “Sayang mau tau nggak, ban motor aku bocor. Hih. Kesel sumpah.”

13:22 – “Setelah dorong-dorong motor, akhirnya ada orang juga yang mau nolongin. Ini aku lagi sama dua bapak-bapak yang baik banget, motor aku di stut dari belakang dan dibawa sama bapak-bapak satunya, ini aku sama bapa-bapa satunya yang nyetut-in motor aku.”

13:23 – “Aku pengennya kamu yang disini padahal haha.”

13:31 – “Aku lewat jalan yang gelap banget sumpah. Aku takut. Bapak-bapaknya aku ajak ngomong nggak mau jawab. Aku takut sayang. Hih.”

13:35 – “Aku sayang kamu.”

            Air mataku mengalir deras sambil membacanya. Jantungku berdebar cepat, emosiku terpacu, dadaku sesak, mengapa aku sebodoh ini. Mengapa aku sebodoh ini lebih mementingkan pekerjaanku daripada kekasihku sendiri.

        Sambil menangis aku beranjak dari tempat dudukku ke parkiran motor rumah sakit itu, aku mengeluarkan motorku, dan memacunya menuju tempat dimana aku menemukannya tadi.

            Sebelum sampai lokasi, saat aku sudah melihat kerumunan orang orang yang berkumpul malam itu untuk melihat lokasi penemuan mayat kekasihku, tiba-tiba aku dikagetkan dengan angin yang membawa suara “Aku sayang kamu.”

            Tak lama berselang, ada seseorang dengan menaiki motor yang sama persis dengan motor milik kekasihku menyalip aku yang sedang berjalan pelan di bahu jalan. Sontak aku langsung mengejar motor itu. Saat aku sedang dalam kecepatan penuh, tiba-tiba aku merasakan hawa dingin yang janggal, tak lama, lampu motorku mati, remku tidak bisa ditarik, aku menabrak sesuatu lagi. Saat sepersekian detik itu, aku sadar akan satu hal.

            “Ah... Aku juga sayang kamu, Sarah.”


-BAD END-
andrii Pujangga Gagal

Gue cuma remaja biasa yang suka nulis keresahan lewat kata dan ngukir indahnya dia dengan cinta.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar